Keterangan Gambar : H. Sulton Mu'minah, M. I. Kom Mahasiswa Pasca sarjana Prodi doktor ilmu Pemerintahan IPDN
1. LATAR BELAKANG MASALAH
Keinginan masyarakat Indonesia untuk melakukan ibadah haji dan umrah ditandai dengan semakin meningkatnya calon jamaah haji dan umrah dari tahun ketahun. Pelaksanaan ibadah haji merupakan pelaksanaan yang memerlukan pelayanan yang lebih besar dari ibadah lainnya dalam ajaran Islam, karena disamping itu ibadah haji merupakan ibadah yang berdimensi spiritualitas, ibadah haji juga merupakan ibadah yang berdimensi sosial.
Pelaksanaan ibadah haji tidak bisa dipungkiri melibatkan dengan pihak atau pemangku kepentingan yang memiliki tanggung jawabnya masing-masing. Hal ini mencakup agen perjalanan, koordinasi antar pemerintah, diplomasi antarnegara, perusahaan katering, hotel, pemandu haji, serta elemen penting. Oleh karena itu, haji bukan sekedar ibadah keagamaan saja, namun juga mempunyai dampak bagi perekonomian dan dunia komersil.
Pada tahun 2024 ini, Kementerian Agama RI mengusung kembali tagline Haji Ramah Lansia pada pelaksanaan haji 1445 H/2024 M. Hampir 45 ribu jemaah yang berangkat tahun ini berusia 65 tahun ke atas atau lansia.
Data Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat), sebanyak 44.795 jemaah haji merupakan lansia. Jumlah yang tidak sedikit ini persentasenya hampir 21 persen dari total jemaah haji. Pada musim haji 1445 Hijriah/2024 Masehi, terdapat sebanyak 45.678 calon jemaah haji lanjut usia. Demi menciptakan kelancaran dan kenyamanan ibadah bagi para calon jemaah haji (calhaj) lanjut usia (lansia) itu, Kementerian Agama RI menyediakan pelayanan khusus. Jemaah haji lansia terbagi atas empat kelompok umur, yaitu:
a. 34.420 jemaah pada rentang 66-75 tahun
b. 8.435 jemaah pada rentang usia 76-85 tahun
c. 1.835 jemaah pada rentang usia 86-95 tahun
d. 55 jemaah dengan usia lebih dari 95 tahun
Jamaah haji lansia juga dibagi ke dalam empat kategori, yaitu lansia mandiri, lansia penyakit penyerta tapi masih melakukan aktivitas harian secara mandiri, lansia yang memerlukan bantuan orang lain saat beraktivitas di luar, dan lansia yang memerlukan bantuan orang lain saat beraktivitas di dalam maupun luar kamar.
Standar pelayanan serupa dengan seperangkat peraturan yang harus dipatuhi oleh semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Mereka membantu pelanggan yang mendapatkan layanan memahami apa yang mereka butuhkan, bagaimana cara mengajukan permohonan, dan bagaimana mengawasi seberapa baik penyedia layanan melakukan pekerjaan mereka. 3 Oleh karena itu, hal ini harus direncanakan dan diputuskan setelah mempertimbangkan jenis, karakteristik, dan sifat jasa, serta faktor lingkungan yang relevan. Meminta umpan balik dan rekomendasi dari anggota masyarakat atau pihak berkepentingan lainnya (termasuk aparat birokrasi) merupakan bagian integral dari tahap perumusan dan penyusunan. Standar layanan harus didiskusikan, dirumuskan, dan disusun.
Maka, diperlukan analisis mendalam terhadap respons dari seluruh stakeholder terhadap situasi tersebut. Dunia usaha-pun perlu ber-inovasi dan meningkatkan teknologi informasi agar dapat memunculkan ide-ide segar dan memberikan pelayanan terbaik kepada jamaah haji. Penerapan analisis SWOT menjadi sangat penting bagi bisnis karena hal ini menciptakan kerangka strategis untuk mencari konsep baru yang dapat meningkatkan kualitas layanan mereka. Agar usaha-usaha kearah peningkatan kualitas pelayanan dapat meningkatkan, maka rencana pengembangannya harus memperhitungkan peluang, kekuatan, kelemahan, dan ancaman. Hal ini sangat penting mengingat banyaknya perusahaan perjalanan haji dan umrah yang kurang memahami aspek-aspek utama manajemen bisnis dan sumber daya manusia.
Oleh karena itu, strategi pelayanan adalah suatu cara untuk mencapai suatu tujuan dengan menawarkan layanan sebaik mungkin agar jama’ah itu merasa puas dan senang dengan pelayanan yang diberikan.
2. ASAS PENGELOLAAN IBADAH HAJI
Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh diletakkan atas prinsip prinsip dalam mengedepankan kepentingan jama’ah memberikan rasa keadilan dan kepastian efesiensi dan efektivitas, transparansi dan akuntabilitas, profesionalitas dan nirlaba. Prinsip-prinsip tersebut direfleksikan dalam sebuah kegiatan terkait dengan penyelenggaraan haji dan umroh, baik dalam bentuk pembinaan, pelayanan maupun perlindungan.
a. Amanah Yang dimaksud dengan “asas amanah” adalah bahwa dalam Pengelolaan Ibadah Haji harus dilakukan secara jujur dan dapat dipertanggungjawabkan.
b. Keadilan Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa Pengelolaan Ibadah Haji harus mencerminkan rasa adil secara proporsional bagi setiap Warga Negara.
c. Keselamatan Yang dimaksud dengan “asas keselamatan” adalah bahwa pengelolaan Ibadah Haji harus dapat menjamin keselamatan Jemaah Haji selama persiapan, pelaksanaan, dan setelah melaksanakan Ibadah Haji.
d. Keamanan Yang dimaksud dengan “asas keamanan” adalah bahwa Pengelolaan Ibadah Haji dapat menjamin rasa aman dan tenteram bagi Jemaah Haji selama persiapan, pelaksanaan, dan setelah melaksanakan Ibadah Haji.
e. Profesionalitas Yang dimaksud dengan “asas profesionalitas” adalah bahwa Pengelolaan Ibadah Haji dilaksanakan secara professional dan dapat dipertanggungjawabkan.
4. MENGURAI JAMAAH HAJI LANSIA
Untuk memberikan kepuasan jamaah haji dibutuhkan strategi dalam pelayanan, Strategi pelayanan merupakan strategi untuk memberikan pelayanan kepada pelanggan/jamaah dengan kualitas sebaik mungkin sesuai dengan standar oleh perusahaan atau Lembaga pemerintah.9 Untuk terlaksananya ibadah haji yang nyaman, lancar dan tertib diperlukan adanya pengaturan atau manajemen yang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi agar jamaaah haji mendapatkan pembinaan, pelayanan dan perlindungan yang baik sehingga tujuan ibadah dapat dilaksanakan sesuai tuntunan Syariat Islam.
Pada pelaksanaan ibadah haji permasalahan ada pada waktu tunggu setelah pendaftaran. Bagi jamaah haji yang telah mendaftar harus menunggu hingga 10 sampai 15 tahun. Permasalahan ini sangat penting karna tidak sedikit masyarakat Indonesia yang mendaftar pada usia 65 tahun keatas, dengan lamanya waktu tunggu yang dilakukan oleh jamaah lansia maka kesehatannya, fisik nya, dan juga dari batin serta rohani nya.
Pelaksanaan pendampingan serta pembimbingan yang dilakukan petugas terkadang disulitkan akan hal itu. Menurunnya daya ingat, penglihatan, pendengaran, dan kekuatan fisik merupakan permasalahan yang sering terjadi pada lansia sehingga proses dalam melengkapi dokumen dan identitas haji serta penyerapan materi menjadi terhambat dan tidak maksimal. Oleh karena itu dibutuhkan adanya strategi pelayanan pengembangan khusus bagi lansia seperti pelayanan dokumen dan identitas haji, program pembinaan manasik terkhusus calon jamaah haji lansia dengan berlandaskan 5 dimensi kualitas pelayanan publik dalam memberikan kepuasan pada masyarakat yaitu, reliability, responsiviness, assurance, empaty, dan tangibles.
C. Lanjut Usia
UU nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun keatas.4 Menurut pendapat penulis lanjut usia adalah kelompok orang yang mengalami perubahan sikap, fisik dan juga kepekaan terhadap orang sekeliling nya.
Maka, pelayanan yang di berikan petugas kepada jamaah juga merupakan dalam rangka membantu keistitha’ahan kesehatan jamaah. Karena istitha’ah adalah syarat wajib bagi jamaah haji. kewajiban haji yaitu bagi orang-orang yang istitha’ah atau mampu. Menurut Imam Syafii istitha’ah berkaitan dengan dengan lima hal. yaitu perbekalan, kendaraan, sehat jasmani, aman dalam perjalanan dan memungkinkan dalam perjalanan.
Sedangkan menurut Imam Maliki istitha’ah adalah kemampuan manusia itu sendiri. kemudian menurut Imam Hanafi dan Imam Hanbali mampu yang dalam ibadah haji salah satunya yaitu mampu secara fisik. (Basyanfar, 2006: 17).
Kemampuan secara fisik inilah juga yang menjadi tanggung jawab bagi pemerintah Indonesia kepada para jamaah dalam penyelenggaraan haji dan umrah. Aturan yang mengatur tentang istitha’ah kesehatan jamaah yaitu Peraturan Menteri Kesehatan nomor 15 tahun 2016. Dijelaskan bahwa istitha’ah kesehatan jamaah haji adalah kemampuan dari aspek kesehatan yang meliputi fisik dan mental yang terukur dengan pemeriksaan yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga jemaah haji dapat menjalankan ibadahnya sesuai dengan tuntunan Agama Islam.
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa kesehatan merupakan salah satu aspek istitha’ah yang harus dimiliki jamaah, maka pemerintah membuat program haji ramah lansia untuk mendukung program tersebut Menteri Agama menyiapkan petugas khusus untuk pelayanan haji ramah lansia yaitu tim Pengangan Krisis Pertolongan Pertama Jamaah Haji (PKP3JH).
Petugas PKP3JH yang terdiri dari unsur dokter, para medis, dan atau penanganan bencana pada Rumah Sakit TNI/Polri/ Rumah Sakit Haji yang di tempatkan pada titik-titik antar sektor. PKP3JH di tugaskan untuk lebih sigap menangani para jamaah terutama jamaah lanjut usia, Pertugas PKP3JH bertugas mengontrol jemaah haji pada saat pelaksanan ibadah baik di Mekah maupun Madinah dengan sistem kerja yaitu mobile, petugas PKP3JH tidak hanya diam di satu titik akan tetapi melakukan pengawasan dan pengecekan keadaan jemaah dengan berkeliling ke setiap ketor hotel tempat jemaah. itu artinya, petugas PKP3JH memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung program Haji Ramah Lansia.
Program haji ramah lansia merupakan bentuk implementasi dari UUD nomor 8 tahun 2019 pasal 14 ayat 1 berbunyi : Menteri memberi prioritas kuota kepada Jemaah Haji lanjut usia yang berusia paling rendah 65 (enam puluh lima) tahun dengan persentase tertentu. Bentuk pelayanan haji ramah lansia yaitu penyediaan fasilitas, manasik khusus lansia, petugas yang mendampingi.
5. PELAYANAN HAJI DALAM TINJAUAN UNDANG UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mendefinisikan pelayanan publik sebagai kegiatan yang memenuhi kebutuhan pelayanan warga negara dan penduduk. Pelayanan publik dapat berupa barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif. Sementara itu, layanan ibadah haji di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Layanan ibadah haji yang diberikan kepada jamaah haji, antara lain:
a. Pelayanan pendaftaran;
b. Pelayanan pelunasan;
c. Bimbingan manasik haji;
d. Pelayanan kesehatan;
e. Pelayanan transportas;i
f. Pelayanan akomodasi;
g. Pelayanan konsumsi.
Program "Haji Ramah Lansia" ini di susun dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan haji, khususnya bagi lansia dan jemaah dengan risiko kesehatan tinggi Sebagai upaya lain, pihak Kemenag RI juga menginisiasi sejumlah program ramah lansia sejak di dalam negeri. Misalnya, seperti bimbingan manasik dengan keringanan, seremoni yang singkat selama maksimal 30 menit dan dua sambutan, juga layanan prioritas di asrama haji dalam bentuk makan dengan menu khusus dan penempatan kamar di lantai bawah.
Kemudian, layanan khusus bagi jamaah calon haji lansia secara khusus menjadi perhatian Kemenag melalui Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU), dengan menerbitkan Surat Edaran nomor 2 tahun 2024 tentang Mekanisme Pengkloteran dan Penyusunan Pramanifes. Edaran ini ditujukan kepada Kepala Bidang PHU se-Indonesia, Kepala Kantor Kemenag Kabupaten/Kota se-Indonesia, Ketua Petugas Penyelenggara Ibadah Haji Embarkasi, dan Ketua Petugas Penyelenggara Ibadah Haji Arab Saudi.
Konsep kualitas pelayanan menjadi faktor yang dominan terhadap keberhasilan Kementrian Agama salah satunya adalah dalam penyelenggara haji. Kegiatan ibadah haji mempunyai dua sisi yang harus diperhatikan dalam pelaksanaanya. Penyelenggaraan ibadah haji memiliki standar pelaksanaan saat di tanah air dan Arab Saudi. Di tanah air, standar pelaksanaan ibadah haji adalah pembinaan dan pelayanan jasa. Pelayanan jasa meliputi pengurusan dokumen haji dan umroh, pemeriksaan calon jama?ah, manasik, penyediaan perlengkapan, dan konsultasi keagamaan. Di tanah suci pelayanan ibadah haji adalah pelayanan akomodasi, transportasi, konsumsi, kesehatan, serta bimbingan ibadah haji.
a. Pelayanan Publik dalam pelaksanaan Ibadah Haji
Pengelolaan ibadah haji pada hakikatnya merupakan bentuk pelayanan kepada masyarakat. Dalam kaitan pengelolaan ibadah haji ada tiga bentuk pelayanan yang mesti diberikan, yakni pelayanan pembinaan manasik haji baik sebelum dan sesudah penyelenggaraan ibadah haji, pelayanan transportasi, pelayanan pemondokan, katering, dan kesehatan. Sebagai bentuk pelayanan publik pengelolaan Ibadah Haji seyogyanya pada asas: kepentingan umum, kepastian hukum; kesamaan hak; keseimbangan hak dan kewajiban; keprofesionalan; partisipatif; keterbukaan; akuntabilitas; fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan; ketepatan waktu; dan kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
Di samping itu, pengelolaan ibadah haji juga harus memperhatikan hak-hak jemaah haji sebagaimana dijamin dalam undang-undang perlindungan konsumen. Dalam undang-undang perlindungan konsumen, disebutkan bahwa hak konsumen itu adalah:
- Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
- Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
- Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
- Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
- Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
- Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
- Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
- Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang;
- dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
- hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
b. Desakan atas Pemodelan Badan khusus penanganan Ibadah Haji dan Umroh di Indonesia
Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Azyumardi Azra yang menyatakan bahwa penyelenggara Ibadah Haji dapat berupa sebuah Badan Khusus/lembaga negara, seperti Badan Otoritas Ibadah Haji (BOIH)35. Badan tersebut dibentuk pemerintah bersama dengan DPR RI dan memiliki hubungan koordinatif, evaluatif, dan supervisi dengan Kementerian Agama RI.
Pendapat yang senada dengan pendapat serupa juga disampaikan oleh Ichsanuddin Noorsy. Menurutnya perlu ada restrukturasi kelembagaan berbentuk Badan penyelenggara Haji Indonesia (BPHI) yang terdiri atas (1) Pelaksana, (2) Bank Investasi Haji Syariah (3) Bank investasi Haji Syariah, (4) Dewan Pengawas Bank Investasi Haji Syariah, Menteri sebagai Ketua Dewan Pengawas BPHI36.
Namun, berbeda dengan beberapa pendapat di atas, Deputi Kelembagaan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menyarankan agar dalam perumusan undangundang menghindari amar membentuk lembaga baru dalam setiap pembentukan Undang-undang karena saat ini telah terdapat 88 lembaga Non Struktural dan dalam upaya untuk dilakukan efisiensi dan efektifitas dan saat ini, telah ada 10 lembaga yang sedang dipertimbangkan keberadaannya oleh pemerintah bersama Komisi II DPR RI.
Menurutnya sebelum membentuk lembaga baru, agar dipertimbangkan pemanfaatan lembaga yang sudah ada dan diperkuat baik dari sisi sumber daya manusia, anggaran dan sekretariat yang mempunyai mata anggaran tersendiri dan berada dibawah Kementerian yang menaunginya, dan dampak adanya lembaga baru adalah man, money dan material, karenanya pemerintah saat ini sedang mengkaji ulang kebijakan tidak saja moratorium PNS namun juga moratorium kelembagaan.
Berikut dibawah ini beberapa model bentuk kelembagaan yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam membentuk badan haji dan umrah Indonesia. Badan Narkotika Nasional yang selanjutnya dalam Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional disebut BNN adalah lembaga pemerintah non kementrian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. BNN dipimpin oleh Kepala. Prinsip-prinsip Kelembagaan:
1) Nama Badan Haji Indonesia;
2) Lembaga Pemerintah Non Kementerian, berada dibawah presiden;
3) Dalam BHI ada unsur: Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana;
4) Dewan Pengawas terdiri dari 3 orang dari unsur Pemerintah dan 6 orang unsur masyarakat:
a) 2 (dua) orang dari organisasi masyarakat Islam;
b) 1 (satu) orang perwakilan dari MUI;
c) 1 (satu) orang perwakilan dari Asosiasi Penyelenggara Haji.
d) 1 (satu) orang ahli di bidang ekonomi; dan
e) 1 (satu) orang ahli di bidang hukum.
5) Majelis Amanah Haji di uji kepatutan dan kelayakan oleh DPR, untuk pertamakali diseleksi oleh Kemenag RI;
6) Pelaksana harian dilakukan oleh profesional dari berbagai K/L. Masa kerja maksimal 5 tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan;
7) Yang membentuk Bank Haji pertamakali adalah Badan Haji;
8) Bank Haji Syariah berbentuk BUMN.
6. KESIMPULAN
Ibadah haji sangat diidamkan oleh seluruh umat Islam apalagi jika menunaikannya sesuai dengan harapan dan keinginan. Harapan setiap jamaah dalam menjalan kan ibadah haji pasti dengan pelayanan yang sangat baik aman nyaman biaya terjangku dan ibadah pun sempurna. Dan salah satu faktor pendorong dan pendukung untuk memperoleh haji yang mabrur adalah dengan adanya persiapan-persiapan yang maksimal seperti persiapan ilmu manasiknya, kesehatan dan lain sebagainya. Disinilah peran Pemerintah yaitu Kementrian Agama dalam membantu para calon jamaah haji untuk memberikan segala kebutuhan selama melaksanakan ibadah haji sehingga perjalanan haji berjalan dengan lancar, tertib, aman, dan sesuai dengan tuntutan Agama sehingga jamaah haji bisa melaksanakan ibadah hajinya secara mandiri dan mendapatkan haji yang mabrur.
Dengan melihat begitu banyak nya permasalahan yang dihadapi oleh jamaah haji lanjut usia maka sangat penting sekali bagi Kementrian Agama Kabupaten Rokan Hulu dalam memikir kan kesejahteraan para jamaah haji lanjut usia dengan memberikan pelayanan yang baik.
Penyelenggaraan ibadah haji khusus bagi jamaah lansia adalah kebijakan dari pemerintah. Pemerintah memberikan prioritas keberangkatan bagi jamaah lansia, Jamaah lansia boleh mengajukan pendamping haji.
Tentu Kemenag harus menyesuaikan proses keberangkatan dan kedatangan jamaah dengan mengurangi seremoni yang melelahkan. Layanan tambahan di Arab Saudi mencakup akomodasi, transportasi, katering, kesehatan, dan bimbingan ibadah, termasuk program safari wukuf khusus bagi jamaah lansia dan disabilitas.
hasil kajian yang dilakukan ada beberapa kemudahan dalam ritual haji yang dapat diterapkan oleh para lansia. Tentunya pada saat-saat berkaitan dengan proses-proses kondisi tertentu, ketika jemaah harus melempar jumroh. Masih sangat riskan, proses perjalanannya cukup jauh dan butuh effort yang sangat luar biasa.
H. Sulton Mu'minah, M. I. Kom
Mahasiswa Pasca sarjana Prodi doktor ilmu Pemerintahan IPDN Dosen: Prof. Dr. Ismail Nurdin, M.Si
LEAVE A REPLY